Minggu, 22 Mei 2011

#2 / Mei 2011

ARTIKEL

MANUSIA SEJARAH ADALAH MANUSIA YANG MENULIS
Oleh : Agung teguh satira pratomo

Beberapa hari yang lalu sempat mengunjungi rumah seorang teman. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumah saya, sekitar 1 km, dan karena jarak yang tidak jauh sepeda warisan kakek menjadi kendaran yang canggih untuk melawan pemanasan global sekarang. Hari yang sudah mulai menunjukan kehitamannya dengan matahari yang sudah tidak nampak, saya terus menjalankan sepeda meski gerimis dan jalanan yang becek akibat hujan sore tadi. Semangat untuk melakuakan sebuah pergerakan dibidang tulisan yang membuat api semangat saya berkobar. Saya dengan teman merencanakan untuk membuat sebuah bacaan kecil dengan media kertas yang sering disebut juga buletin.

Hari ini adalah hari pencetakan buletin yang rencananya akan menggunakan sistem potokopi dengan alasan keterbatasan dana. Sesampainya disana saya disambut dengan secangkir kopi dan beberapa batang rokok. Saya mencoba melihat sekeliling ruangan tempat bersemedi teman saya tersebut, begitu pabalataknya kamar teman saya tersebut. Tak lupa pandangan saya pun tertuju pada sebuah tulisan di sebuah papantulis putih yang digantung tepat di belakang komputer. Papantulis tersebut bertuliskan,

    "Manusia sejarah adalah manusia yang menulis"

sempat terdiam ketika membaca tulisan tersebut, tulisan tadi membuat saya untuk flashback ke 1 bulan yang lalu, dimana diadakan acara 3 tahun mengenang insiden sabtu kelabu dan peluncuran buku "Memoar Melawan Lupa".

Sebuah peradaban manusia menjadi titik kebangkitan manusia itu sendiri, yang dimana sebuah tulisan menjadi simbol bahwa peradaban itu benar-benar ada. Dimana kita akan akan bisa mengetahui sejauh mana orang-orang sebelum kita memaknai kehidupan. Judul buku yang tadi diatas sangat menginspirasi saya untuk lebih mencintai sejarah, buku dengan 208 halaman yang berisikan tentang perjuangan komunitas bawahtanah yang sedang terpuruk akibat tragedi sabtu kelabu, menjadikan semangat menulis sangat mengebu-gebu. Memoar Melawan Lupa, melawan segala bentuk penghilangan kejadian terutama sejarah yang telah dibentuk untuk manusia yang lebih baik.

Seajarah manusia hanya dapat dibentuk oleh manusia itu sendiri, entah dengan apapun manusia dapat menjadikan sejarah sebagai pengalaman hidup.Tapi apakah yang dapat mengingatkan kita terhadap sejarah itu sendiri? Pada tulisan disebuah papantulis tadi tepampang jelas bahwa "tulisanlah" menjadikan manusia menghargai sejarah. Dalam bentuk apapun itu, sejarah tetap bisa diingat, dengan jurnal, puisi, esai, foto dan lainnya.

Kepedulian sejarah tiap orang kini telah berkurang dengan kurangnya minat baca dan tulis dari sebagian orang. Baca dan tulis adalah bagian dari pencitraan sejarah tentang kehidupan suatu golangan, komunitas, negara, bahkan individual manusia. Sebagai contoh kita bisa ambil dari buku diatas yang banyak berisikan artikel, esai, jurnal dan lainnya yang dijadikan sebuah buku untuk mengenang insiden tersebut dan terutama untuk mengenang para korban sebagai bentuk kecintaan sejarah.

Sebuah tulisan dapat mewakili kehidupan tiap orang. Tulisan berperan penting dalam peradaban manusia modern, dimana setiap manusia berperan penting dalam membangun sebuah kehidupan dunia ataupun untuk kehidupan pribadi. Tulisan dapat mewakili pemikiran dan perasaan yang dialami oleh seorang tersebut. Tulisanpun menjadi media inspiratif bagi kalangan orang yang menghargai sejarah hidup dan mencintai apapun yang telah dikarunia Alloh SWT.

*Sebelum anda tidak bisa menulis maka tulislah kehidupan semasa anda bisa menulis.

CERPEN

Minggu kelabu untuk pandu
Oleh : Atsp

Minggu pagi yang cerah dengan suara burung dan awan yang ramah untuk di nikmati. Pandu remaja yang sedang ingin melakuan hari liburnya dengan beristirahat dan menikmati dingin embun pagi tidak terlaksana sebagai mana impiannya 6 hari setelah menjalani serangkaian kegiatan sekolahnya. Dia harus membantu orang tuanya yang sedang mengangkut air bersih untuk keperluan sehari-hari mereka karena saluran air bersih dikompleknya sedang tidak berjalan dengan baik. Komplek perumahan Pandu lumayan cukup besar dan sebagian warganya beragam dari mulai rumah sederhana hingga rumah dengan tingkat tiga, dan semua tidak mendapatkan pasokan air dari perusahaan air negara.

Sekitar 25 meter Pandu harus mengangkat satu ember penuh dengan beberapa kali balikan. Air yang di dapatnya adalah air dari sumur milik seorang warga yang meridokan airnya dimintai tetangganya. Ada 5 warga yang mengantri untuk mendapatkan air tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, minimal untuk hari itu saja. Jam 11 Pandu beres memenuhi tugasnya untuk mengisi bak penapungan air dirumahnya, dan dia bergegas untuk istirahat, makan, dan akhirnya terlelap tidur.

Cuaca yang semula panas berubah 180 derajat saat mendekati sore dan hujan terjadi saat itu juga. Pandu yang sedang pulas-pulasnya tertidur, harus di bangunkan orangtuanya untuk segera membereskan rumahnya. Kursi, meja, dan perabotan segera di ungsikan. Pandu yang masih dalam kebingungan segera tersadar saat anak-anak kecil yang bermain diluar berteriak gembira dan tertawa "banjir, banjir, banjirrr, hore horee banjirrrrrr!".


PUISI

17 Jam Jalanan Bandung
Oleh : Sapta Munggaran

Matari masih sempat menyusup ke rerimbun beringin di Bandung yang lagi senja
Sementara angkotangkot berkelok liar dijalan sempit yang entah apa namanya
O Daundaun kering lembab April
O petugas kuningkuning yang asik mengupil diantara jalur sepeda yang baru dibikin dipinggir jalur mobil
Berkatilah ulat berbulu lebat dibatang kenari yang menari
O hujan yang masih betah jatuh tanpa tersandung
Berkatilah malam yang menjadi
Menjadi nyala lampulampu kota
Menjadi terang merah kuning hijau
Bob Marley diperempatan!
Harry Roesli di Supratman!
Berkatilah week-end edan dengan asapasap knalpot liar sialan besama debudebu yang bermuara digelondongan ban bekas ditukang tambal ban
Ramai! Ramai!
"koran sore dijual petang"
Si Budi tak lagi sudi kehujanan
Dia sudah pakai Ninja dan berkeliaran kayak setan!

GelapNyawang, April 2011.


Nasihat Biyang Sayang
Oleh : Gelar Aulia

wahai anakku…
di setiap bulir nasi yang kau kecap
ada simbah peluh para petani
yang menggantung nasibnya di setiap musim
wahai anakku…
di setiap cabit ikan yang kau kecap
ada simbah peluh para nelayan
yang mengadu nasib menantang ombak
wahai anakku…
di setiap rupiah yang kuberi untuk nasi dan ikan
ada cinta dan harapan bunda untukmu
agar engkau jadi anak yang bijak dalam memaknai setiap rahasia Ilahi


laki-laki telanjang dada
Oleh: Dendi Septyadi

laki-laki telanjang dada
bekas-bekas perjuangan masih tergambar jelas
tanpa penghargaan
tanpa cinderamata
tanpa balas jasa
tua bukan halangan
renta bukan rintangan
usia ditangan tuhan
mengayuh roda nasib
dari pagi sunyi
hingga petang menjelang
lalu tunduk sejenak ikuti panggilan jiwa
mandi keringat
menikmati teriknya matahari dengan senyuman
tanpa mengharap belas kasihan pemerintah
laki-laki telanjang dada
masih terus berjuang
hingga putus napas tergilas roda waktu


PHOTO

Matahari senja di St. Rancaekek
Oleh : Gelar Aulia


Matahari menjelang senja
Di kala sebuah rasa menjadi bangga
Di makna antar cinta
Untuk sebuah rumah berharga
Rancaekek tercinta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar